Rabu, 18 Maret 2015

Escape2Serang: Perjalanan Tanpa Perencanaan bersama Roni, Ulya, dan Nia

Sabtu, 14 Maret 2015

Pagi ini hati berasa sumringah karena berhasil memuaskan hasrat untuk menonton Opera Van Tura semalaman bersama Santoso seri H. Yang lebih membuat bahagia lagi adalah saat bisa sampe Jakarta sepagi ini. Ya, pukul 04:19 saya sudah berhasil manapaki Pasar Rebo. Dan tepat pukul 04:56 sudah berhasil menapaki kaki di rumah.
Sesampainya di rumah saya langsung mengambil air wudhu dan sholat Shubuh. Selepas sholat saya memikirkan mengenai bagaimana perjalanan menuju lokasi resepsi pernikahan teman saya, Uli, di Wisma Antara nanti. Di undangan tertulis bahwa akad mulai jam 8 dan resepsi akan dimulai sekitar jam 11. Jauh hari sebelumnya saya sebenarnya ingin menyaksikan langsung akadnya, tetapi mengingat pagi ini saya baru sampai Jakarta dan semalaman menemani sang supir memperhatikan jalan tanpa tidur sama sekali, saya pun berpikir ulang mengenai niatan itu tadi.
Sembari memakan bekal makanan saya dari Jogja yang belum sempat saya makan, saya pun memikirkan dating akadnya atau tidak. Setelah dipikirkan secara matang dan menindaklanjuti keinginan mata, saya pun akhirnya memutuskan untuk hadir saat resepsi saja. Waktu setelah sarapan ini akan saya gunakan untuk memberikan hak pada tubuh (sebenernya mata sih). Sebelum memulai prosesi istirahat, saya mengisi ulang powerbank dan menyetel alarm di jam 08:54. Selepas sarapan saya pun akhirnya membaringkan tubuh di kamar adek saya (soalnya lebih adem) dan mulai memejamkan mata (kira-kira pukul 7). (-_-) Zzz… Zzz…
Saya merasa alarm sudah bersahutan tapi saya tetapkan acuhkan begitu saja. Saya benar-benar tersadar ketika waktu menunjukkan pukul 09:12. Tanpa basa basi lagi saya pun langsung mandi dan langsung mempersiapkan diri menuju resepsi. Setelah itu saya membawa powerbank saya guna mengantisipasi kehabisan baterai di perjalanan. Maklum, hape saya baterainya sudah nge-drop. Mencari ATM BRI terdekat untuk tarik tunai dan akhirnya sekitar setengah 10an saya tiba di halte busway Kalimalang-Penas.
Tak perlu menunggu lama akhirnya TJ koridor 10 PGC-Tanjung Priok pun merapat di halte ini. Saya pun lekas naik menuju halte Pramuka-BPKP. Sampai di halte Pramuka-BPKP saya transit menuju koridor 4 Pulo Gadung-Dukuh Atas. Agak lama menunggu kedatangan armada koridor 4 ini. Tak ingin mengulur waktu lebih lama, saya pun menaiki armada yang tiba meski harus dalam posisi berdiri. Bis berjalan standar melalui Pramuka hingga Manggarai. Dalam perjalanan menuju Dukuh Atas posisi saya sudah di mana sempat ditanyai oleh kawan saya Roni. Selepas Manggarai mulai menemui beberapa titik kemacetan sebelum akhirnya tiba di halte Dukuh Atas. Sampe di sini saya melirik jam di hape ternyata waktu sudah menunjukan waktu 10 lebih 12 menit. Pikir saya waktu akan cukup untuk sampai tepat waktu. Dari sini saya kembali transit menuju halte TJ koridor 1 Blok M-Kota.
Ternyata koridor 1 kalo bukan hari kerja cukup lama juga nunggunya. Sekitar 15 menit armada baru dating dan saya pun langsung menaikinya, lagi-lagi dalam posisi berdiri. Saya keterusan dan harus turun di halte Monas. Waktu menunjukkan 10:44. Kemudian berjalanlah saya menuju Wisma Antara yang posisinya sebenernya lebih dekat dengan halte BI. Tak usahlah disesali, itung-itung olah raga pagi, begitu pikir saya.
Sampai di depan gedung giliran Ulya yang menanyai posisi saya sudah di mana. Dengan cekatan saya pun langsung membalas chat Ulya dan mengatakan bahwa sudah berada di depan gedung. Memasuki gedung dan menaiki escalator menuju lantai 2 tempat acara berlangsung. Sampai di depan ruangan saya bertemu dengan beberapa kawan yang saya kenal, sebut saja Bella, Titiw (bukan nama sebenarnya), Indi dan Kiya.
Setelah bercorat coret di buku tamu dan menerima sebuah souvenir saya pun masuk ke dalam ruangan. Di pintu ruangan kembali bertemu kawan lama, yakni Hanum. Di dalam saya tak mendapati orang yang sedari tadi menanyai posisi saya. Saya malah melihat Mba Meta bersama suami berada di depan sembari melihat tarian yang disuguhkan. Saya pun kemudian bertanya kepada Hanum apakah melihat Ulya cs (padahal gara-gara ga tau siapa aja komplotannya). Hanum bilang tadi mereka ada di dalam tapi entah kemana lagi setelah itu. Akhirnya saya putuskan untuk menyaksikan tarian yang disuguhkan (ga ngerti namanya tari apaan).
Saat lagi khusyu menikmati tarian, tiba di belakang saya sudah berdiri 3 mahluk yang sebelumnya saya cari, yakni Roni, Ulya, dan Nia. Saya bertanya kepada mereka soal Latief gimana, katanya nanti datang agak siangan (yang kemudian ternyata batal datang). Setelah itu pun kami mulai menyantap hidangan yang disuguhkan tanpa ragu-ragu. Waktu lagi kumpul-kumpul ternyata ketemu si Icha yang notabene juga temen KKN saya dulu. Mulai dah ngobrol kesana kemari sambal tetep menikmati makanan yang telah dihidangkan. Selepas menikmati hidangan, kami (JMF UGM) pun foto bersama mempelai. Turun dari panggung saya, Roni, Ulya dan Nia mulai membicarakan enaknya abis ini mau main kemana. (Inilah awal mula semuanya bisa terjadi).
Foto bersama JMF UGM dan mempelai

Kami pun mulai meninggalkan gedung sekitar jam setengah 1an. Meninggalkan Bella, Titiw dll yang masih harus bertugas untuk menerima tamu undangan. Sampai di bawah kami memutuskan mencari tempat sholat. Saya usulkan di Masjid BI. Di sinilah kekonyolan terjadi. Menuju Masjid BI kami harus memutar dan menaiki tangga halte TJ BI dulu. Padahal bisa langsung nyebrang lewat bunderan indosat. Sampe di BI ternyata gerbang BI pada dikunci, kalo mau masuk harus lewat pintu selatan. Hopeless lah kita.
Akhirnya muncul wacana kalo sholat di stasiun aja, biar abis itu langsung balik. Sasaran kita saat itu ada stasiun Sudirman, Gondangdia dan tanah Abang. Saya pun mengajak sholat di deretan gedung MK aja. Tapi si Ulya pengennya di Tanah Abang aja. Gerimis mulai turun. Mulai kepikiran cari taksi ke Tanah Abang. Akhirnya berbekal Tanya pada satpam Indosat saya pun memberi tahu yang lainnya kalo ada mushollah di basement. Meluncurlah kita menuju basement. Ternyata sampe situ cuma saya aja yang sholat, si Ulya beralasan kamar mandinya kurang pewe. Roni dan Nia pun ikutan ga sholat di situ.
Selesai saya sholat kita berempat kembali keluar gedung dan menyetop taksi menuju Tanah Abang. Di perjalanan kita memutuskan buat jalan-jalan ngikut Uya sampe stasiun Rawa Buntu. Nanti sampai di sana kita cari lokasi nongkrong yang enak buat nongkrong bentar, baru abis itu pulang. Oia, kita nganterin Ulya ke Rawa Buntu karena dia mau ketemuan sama temennya di sana jam setengah 5.
Sampe Stasiun Tanah Abang jam 2 lewat dikit, kita langsung disuguhi pemandangan yang luar biasa padat di dalam stasiun. Sempet bingung karena Nia kartu CL-nya belum di top up dan harus antri tiket di loket dulu. Saya sempat dimintai tolong menolak mengingat antrian yang cukup panjang. Maka dengan persaan tak menentu Nia pun mengantri di loket. Di saat Nia mengantri kita bertiga memutuskan untuk menunggu di kanan loket. Beberapa saat kemudian kita mencari Nia di antrian loket, loh kok ga ada? Akhirnya saya mencari ke daerah gate, ternyata Nia udah ada di dalam gate. Kemudian saya kembali ke sisi kanan loket untuk memberi tahu Ulya en Roni kalo Nia udah di dalam. Kita bertiga pun Cuma ketawa bakpao aja. XD
Pas sampe di gate kok kartu saya ga bisa berhasil membuka gate. Eh, ternyata kartu saya belum diaktivasi buat masuk gate CL. Setelah aktivasi sejenak akhirnya saya pun masuk ke dalam. Saya kemudian menunggu di depan mushollah menjaga barang milik 3 kawan saya itu tadi. Saya, Roni sama Nia sempet bingung, kok ini Ulya keluarnya lama banget yak? Kita berhusnudzon dzikirnya Ulya lamaaa..
Selesai sholat kami pun melangkahkan kaki menuju peron 6. Di sana telah menanti kereta yang sudah cukup penuh yang akan membawa kami menuju stasiun Rawa Buntu. Sempat bertanya kepada petugas mengenai kereta selanjutnya, petugas menjawab bahwa kereta selanjutnya baru ada 30 menit lagi. Akhirnya kami memilih naik kereta ini dan masuk ke dalam gerbong yang ‘cukup’ longgar. Perjalanan ditempuh sekitar satu jam.
Sampai di Rawa Buntu si Ulya ngasih tau kalo temennya harus merevisi janjinya yang setengah 5 karena harus memutar ke Purwakarta dulu dari titik keberangkatannya di Bekasi. Tak ingin bingung di lokasi ini, kami pun memutuskan untuk membicarakannya di Teras Kota nanti. Kami pun mencegat angkot untuk kemudian turun di TeKo. Di TeKo inilah kami mulai membicarakan rencana kami setelah ini hendak kemana. Munculah ide untuk menjenguk kawan bumil kami, Nisa, di Serang. What??? Serang?? Nia masih ragu kalo mau jalan ke Serang.
Untuk menenangkan pikiran, kami membeli beberapa minuman dulu di SuperIndo.  Selepas itu kami mulai membahas mengenai kesungguhan kami lanjut perjalanan menuju Serang. Hanya Nia yang masih agak berat menuju Serang, tapi kami bertiga tak peduli. Nia merasa kejauhan dan mending pulang aja. Roni pun mengatakan kata-kata saktinya, “Sekali layar terkembang, pantang surut ke belakang!” Oke, kita putuskan menuju Serang! Sebelumnya kita mencari tahu dulu perihal keberadaan dan tanggapan Nisa mengenai rencana kedatangan kami.
Setelah mendapat respon yang dirasa cukup, kami pun melangkahkan kaki keluar gedung dan menyetop angkot menuju Kebon Nanas guna melanjutkan perjalanan menggunakan bis menuju Serang. Dalam perjalanan menuju Kb. Nanas si Nia masih merengek minta pulang aja. “The show must go on!” Kita bertiga tetep kekeuh ke Serang karena udah di jalan.
Menyusuri jalan melewati BSD hingga akhirnya tiba di sebuah daerah sebelum Kb. Nanas sekitar jam 5. Turun dari angkot kami pun lanjut naik jembatan penyeberangan yang sangat tidak ‘feminis’. Sekitar setengah 6 kami mendapati bis Arimbi menuju Merak dan menyetopnya. Bis kemudian diberi asupan solar dulu di Pom tak jauh dari kami menyetopnya. Lepas Pom bis masih berusaha mencari sewa tambahan. Kala bis memasuki tol mulai lah sang kernet menarik sewa dari para penumpang. Kami dimintai sewa 24K per orang. Selepas itu tanpa aba-aba dari siapapun kami berempat tertidur (atau sengaja tidur :p).
Perjalanan ditempuh dengan waktu kurang lebih satu jam dan sekitar jam setengah 7 kami resmi mendarat di Terminal Pakupatan, Serang. Seusai menjejakkan kaki di Pakupatan, kami pun lekas mencari tempat makan yang harganya kiranya pas di dompet. Kami pun memilih sebuah tempat makanan cepat saji, Labbaik Chicken, yang lokasinya tepat berada di seberang pintu masuk-keluar terminal. Di sini transaksi pun dilakukan, kami menyerahkan duit ke Ulya sesuai makanan yang dipesan dan Ulya yang akan memesankannya. Sementara itu saya dan Roni bergerak menuju toilet yang letaknya berada di lantai 2 gerai cepat saji ini.
Agak lama kami menghabiskan waktu di sini. Di sini Nia mengusulkan untuk mencari oleh-oleh buat tuan rumah. Tapi saya mengusulkan untuk mencarinya nanti di alun-alun Kramat Watu saja. Dari Pakupatan ini kami masih harus 2 kali naik angkot  plus sekali naik ojek. Jadi rutenya begini, Pakupatan ke Pandean, lanjut angkot arah Cilegon turun di Kramat Watu. Dari situ ngojek ke perum Kramat Permai. Yah, masih lumayan panjang lah perjalanan kami meski sudah sampai di Serang.
Kami pun melanjutkan perjalanan dengan menyeberang jalan menuju ke utara. Sejenak bertanya kepada bapak penjaga kios warung mengenai angkot yang sampai ke Pandean. Setelah diberi tau kami pun menaiki sebuah angkot yang tidak bernomor dan berpapan trayek untuk menuju Pandean. Semua hanya bermodalkan bertanya kepada sang supir langsung. Perjalanan kami tempuh dengan waktu kurang lebih 20 menit. Melewati rumah mertuanya Nisa yang berada di seberang Polres dan melalui kepadatan Royal di malam Minggu. Sampai di Pandean kami memutuskan untuk membeli oleh-oleh dulu. Tapi kami masih bingung mau beli apa. Setelah berlama dalam ketidakpastian akhirnya saya putuskan untuk beli buah saja.
Dari lokasi kami berdiri ini ternyata tak jauh di belakang ada penjual buah. Kami pun langsung bergegas menghampiri. Belum sampai berjarak 5 meter dari lokasi penjual buah, Nia mulai mundur perlahan. Kami sempat bingung dibuatnya. Ternyata kios buah terseut tepat berada di depan took yang menjual pancake duren. Kami akhirnya paham kenapa Nia mulai menjauh, karena Nia memang ga suka bau duren. Akhirnya hanya saya dan Ulya yang memilih dan menawar buah yang yang telah dipajang si penjual. Kita berdua pun memutuskan untuk membeli jeruk, papaya,dan apel sebagai oleh-oleh nantinya.
Selesai bertransaksi dengan penjual buah, kami pun lekas mencari angkot menuju Kramat Watu. Setelah Roni bertanya pada beberapa supir angkot, akhirnya kami mendapati sebuah angkot yang trayeknya melewati Kramat Watu. Di etape terakhir menuju kediaman Nisa-Agis ini kami mulai membicarakan ketidaksangkaan kami kalo ternyata bisa ‘nyasar’ (kalo mau disebut begitu) sampe Serang. Padahal paginya kami hanya bertemu di sebuah resepsi pernikahan di daerah Monas. Yaudah sih, udah mau nyampe ini kok (pake gaya ngomongnya Ulya)..
Sampe di Alun-alun Kramat Watu sekitar jam setengah 9an. Turun dari angkot kami langsung dikerubutin tukang ojek. Berasa artis baru turun dari angkot. Kemudian saya memastika kembali ke Nia mengenai alamat yang dituju. Perjalanan kita sudah benar, berarti setelah ini tinggal naik ojek saja menuju Perum Kramat Permai. Sebelum lanjut naik ojek, kami pun mampir ke Alfamart untuk beli sikat gigi. Maklum, kami ga persiapan sama sekali mau nginep di rumah orang. Hehehe..
Keluar dari Alfamart, saya bertanya kepada seseorang tentang alamat yang kami tuju. Setelah mendapat pencerahan kami pun berjalan ke barat untuk naik ojek dari alun-alun. Ternyata orang yang tadi saya tanyai di depan Alfamart adalah tukang ojek, dan dia pun menghampiri saya menawarkan jasanya. Saya Tanya ke dia berapa tariff untuk sampai ke lokasi. Dia menjawab 5 ribu. Oke, sesuai pesen yang empunya rumah harga ojeknya segitu. Saya pun langsung mengiyakan. Kemudian saya bilang untuk dicarikan 3 ojek lagi karena kami berempat. Dan tukang ojek itu pun memanggil tukang ojek lain yang berada di dekatanya. Saya pun berpikir kalo ternyata tukang ojek di sini tuh sistemnya rebutan, bukan pake sistem pergiliran guna menyamaratakan pendapatan.
Okelah, akhirnya kami berempat ngojek menuju lokasi yang sudah jadi inceran kami sejak Rawa Buntu tadi sore. Berturut dari depan ke belakang rombongan ojek kami, paling depan Nia, lanjut Ulya, saya, dan di belakang ada Roni. Ternyata kami agak kebingungan mencari lokasi si sempunya rumah. Terbukti Nia yang menjadi navigator perjalanan pun keterusan dan membuat kami harus puter walik. Sempat bertanya ke sebuah warung yang akhirnya menunjukkan lokasi perum Kramat Permai. Saat sedang menghubungi Nisa, ternyata Mas Agis (suaminya Nisa) nongol dari belakang. Kami pun turun dan bersegera membayar tarif ojek yang sudah disepakati oleh salah seorang dari tukang ojek sebelmunya.
Sekitar pukul 20:50 akhirnya kami resmi menjejakkan kaki di kediaman Agis-Nisa. Namun saat kami masuk ke dalam, ternyata mas Agis katanya keluar cari cemilan buat kami. Duh, tamu ngerepotin. Sesampainya di dalam rumah, saya dan Ulya pun langsung berburu colokan mengingat hape kami sudah tak berdaya sejak sore tadi. Setelah menaruh barang bawaan dan disuguhi minuman, kami pun mulai bercerita panjang lebar perihal bagaimana akhirnya kami bisa menjejakkan kaki di Bumi Para Jawara ini. Sungguh di luar dugaan memang perjalanan kami ini.

Photo taken by Roni


*** bersambung ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar