Sabtu, 14 Maret 2015
Pagi ini hati berasa sumringah
karena berhasil memuaskan hasrat untuk menonton Opera Van Tura semalaman
bersama Santoso seri H. Yang lebih membuat bahagia lagi adalah saat bisa sampe
Jakarta sepagi ini. Ya, pukul 04:19 saya sudah berhasil manapaki Pasar Rebo. Dan
tepat pukul 04:56 sudah berhasil menapaki kaki di rumah.
Sesampainya di rumah saya
langsung mengambil air wudhu dan sholat Shubuh. Selepas sholat saya memikirkan
mengenai bagaimana perjalanan menuju lokasi resepsi pernikahan teman saya, Uli,
di Wisma Antara nanti. Di undangan tertulis bahwa akad mulai jam 8 dan resepsi
akan dimulai sekitar jam 11. Jauh hari sebelumnya saya sebenarnya ingin
menyaksikan langsung akadnya, tetapi mengingat pagi ini saya baru sampai
Jakarta dan semalaman menemani sang supir memperhatikan jalan tanpa tidur sama
sekali, saya pun berpikir ulang mengenai niatan itu tadi.
Sembari memakan bekal makanan
saya dari Jogja yang belum sempat saya makan, saya pun memikirkan dating akadnya
atau tidak. Setelah dipikirkan secara matang dan menindaklanjuti keinginan
mata, saya pun akhirnya memutuskan untuk hadir saat resepsi saja. Waktu setelah
sarapan ini akan saya gunakan untuk memberikan hak pada tubuh (sebenernya mata
sih). Sebelum memulai prosesi istirahat, saya mengisi ulang powerbank dan
menyetel alarm di jam 08:54. Selepas sarapan saya pun akhirnya membaringkan
tubuh di kamar adek saya (soalnya lebih adem) dan mulai memejamkan mata
(kira-kira pukul 7). (-_-) Zzz… Zzz…
Saya merasa alarm sudah
bersahutan tapi saya tetapkan acuhkan begitu saja. Saya benar-benar tersadar ketika
waktu menunjukkan pukul 09:12. Tanpa basa basi lagi saya pun langsung mandi dan
langsung mempersiapkan diri menuju resepsi. Setelah itu saya membawa powerbank
saya guna mengantisipasi kehabisan baterai di perjalanan. Maklum, hape saya
baterainya sudah nge-drop. Mencari ATM BRI terdekat untuk tarik tunai dan
akhirnya sekitar setengah 10an saya tiba di halte busway Kalimalang-Penas.
Tak perlu menunggu lama akhirnya
TJ koridor 10 PGC-Tanjung Priok pun merapat di halte ini. Saya pun lekas naik
menuju halte Pramuka-BPKP. Sampai di halte Pramuka-BPKP saya transit menuju
koridor 4 Pulo Gadung-Dukuh Atas. Agak lama menunggu kedatangan armada koridor
4 ini. Tak ingin mengulur waktu lebih lama, saya pun menaiki armada yang tiba
meski harus dalam posisi berdiri. Bis berjalan standar melalui Pramuka hingga
Manggarai. Dalam perjalanan menuju Dukuh Atas posisi saya sudah di mana sempat
ditanyai oleh kawan saya Roni. Selepas Manggarai mulai menemui beberapa titik
kemacetan sebelum akhirnya tiba di halte Dukuh Atas. Sampe di sini saya melirik
jam di hape ternyata waktu sudah menunjukan waktu 10 lebih 12 menit. Pikir saya
waktu akan cukup untuk sampai tepat waktu. Dari sini saya kembali transit
menuju halte TJ koridor 1 Blok M-Kota.
Ternyata koridor 1 kalo bukan
hari kerja cukup lama juga nunggunya. Sekitar 15 menit armada baru dating dan
saya pun langsung menaikinya, lagi-lagi dalam posisi berdiri. Saya keterusan
dan harus turun di halte Monas. Waktu menunjukkan 10:44. Kemudian berjalanlah
saya menuju Wisma Antara yang posisinya sebenernya lebih dekat dengan halte BI.
Tak usahlah disesali, itung-itung olah raga pagi, begitu pikir saya.
Sampai di depan gedung giliran
Ulya yang menanyai posisi saya sudah di mana. Dengan cekatan saya pun langsung
membalas chat Ulya dan mengatakan bahwa sudah berada di depan gedung. Memasuki gedung
dan menaiki escalator menuju lantai 2 tempat acara berlangsung. Sampai di depan
ruangan saya bertemu dengan beberapa kawan yang saya kenal, sebut saja Bella,
Titiw (bukan nama sebenarnya), Indi dan Kiya.
Setelah bercorat coret di buku
tamu dan menerima sebuah souvenir saya pun masuk ke dalam ruangan. Di pintu
ruangan kembali bertemu kawan lama, yakni Hanum. Di dalam saya tak mendapati orang
yang sedari tadi menanyai posisi saya. Saya malah melihat Mba Meta bersama
suami berada di depan sembari melihat tarian yang disuguhkan. Saya pun kemudian
bertanya kepada Hanum apakah melihat Ulya cs (padahal gara-gara ga tau siapa
aja komplotannya). Hanum bilang tadi mereka ada di dalam tapi entah kemana lagi
setelah itu. Akhirnya saya putuskan untuk menyaksikan tarian yang disuguhkan
(ga ngerti namanya tari apaan).
Saat lagi khusyu menikmati
tarian, tiba di belakang saya sudah berdiri 3 mahluk yang sebelumnya saya cari,
yakni Roni, Ulya, dan Nia. Saya bertanya kepada mereka soal Latief gimana,
katanya nanti datang agak siangan (yang kemudian ternyata batal datang). Setelah
itu pun kami mulai menyantap hidangan yang disuguhkan tanpa ragu-ragu. Waktu lagi
kumpul-kumpul ternyata ketemu si Icha yang notabene juga temen KKN saya dulu. Mulai
dah ngobrol kesana kemari sambal tetep menikmati makanan yang telah
dihidangkan. Selepas menikmati hidangan, kami (JMF UGM) pun foto bersama
mempelai. Turun dari panggung saya, Roni, Ulya dan Nia mulai membicarakan
enaknya abis ini mau main kemana. (Inilah awal mula semuanya bisa terjadi).
Foto bersama JMF UGM dan mempelai
Kami pun mulai meninggalkan
gedung sekitar jam setengah 1an. Meninggalkan Bella, Titiw dll yang masih harus
bertugas untuk menerima tamu undangan. Sampai di bawah kami memutuskan mencari
tempat sholat. Saya usulkan di Masjid BI. Di sinilah kekonyolan terjadi. Menuju
Masjid BI kami harus memutar dan menaiki tangga halte TJ BI dulu. Padahal bisa
langsung nyebrang lewat bunderan indosat. Sampe di BI ternyata gerbang BI pada
dikunci, kalo mau masuk harus lewat pintu selatan. Hopeless lah kita.
Akhirnya muncul wacana kalo
sholat di stasiun aja, biar abis itu langsung balik. Sasaran kita saat itu ada
stasiun Sudirman, Gondangdia dan tanah Abang. Saya pun mengajak sholat di
deretan gedung MK aja. Tapi si Ulya pengennya di Tanah Abang aja. Gerimis mulai
turun. Mulai kepikiran cari taksi ke Tanah Abang. Akhirnya berbekal Tanya pada
satpam Indosat saya pun memberi tahu yang lainnya kalo ada mushollah di
basement. Meluncurlah kita menuju basement. Ternyata sampe situ cuma saya aja
yang sholat, si Ulya beralasan kamar mandinya kurang pewe. Roni dan Nia pun
ikutan ga sholat di situ.
Selesai saya sholat kita berempat
kembali keluar gedung dan menyetop taksi menuju Tanah Abang. Di perjalanan kita
memutuskan buat jalan-jalan ngikut Uya sampe stasiun Rawa Buntu. Nanti sampai di
sana kita cari lokasi nongkrong yang enak buat nongkrong bentar, baru abis itu
pulang. Oia, kita nganterin Ulya ke Rawa Buntu karena dia mau ketemuan sama
temennya di sana jam setengah 5.
Sampe Stasiun Tanah Abang jam 2
lewat dikit, kita langsung disuguhi pemandangan yang luar biasa padat di dalam
stasiun. Sempet bingung karena Nia kartu CL-nya belum di top up dan harus antri
tiket di loket dulu. Saya sempat dimintai tolong menolak mengingat antrian yang
cukup panjang. Maka dengan persaan tak menentu Nia pun mengantri di loket. Di saat
Nia mengantri kita bertiga memutuskan untuk menunggu di kanan loket. Beberapa saat
kemudian kita mencari Nia di antrian loket, loh kok ga ada? Akhirnya saya
mencari ke daerah gate, ternyata Nia udah ada di dalam gate. Kemudian saya
kembali ke sisi kanan loket untuk memberi tahu Ulya en Roni kalo Nia udah di
dalam. Kita bertiga pun Cuma ketawa bakpao aja. XD
Pas sampe di gate kok kartu saya
ga bisa berhasil membuka gate. Eh, ternyata kartu saya belum diaktivasi buat
masuk gate CL. Setelah aktivasi sejenak akhirnya saya pun masuk ke dalam. Saya kemudian
menunggu di depan mushollah menjaga barang milik 3 kawan saya itu tadi. Saya,
Roni sama Nia sempet bingung, kok ini Ulya keluarnya lama banget yak? Kita berhusnudzon
dzikirnya Ulya lamaaa..
Selesai sholat kami pun
melangkahkan kaki menuju peron 6. Di sana telah menanti kereta yang sudah cukup
penuh yang akan membawa kami menuju stasiun Rawa Buntu. Sempat bertanya kepada
petugas mengenai kereta selanjutnya, petugas menjawab bahwa kereta selanjutnya
baru ada 30 menit lagi. Akhirnya kami memilih naik kereta ini dan masuk ke
dalam gerbong yang ‘cukup’ longgar. Perjalanan ditempuh sekitar satu jam.
Sampai di Rawa Buntu si Ulya
ngasih tau kalo temennya harus merevisi janjinya yang setengah 5 karena harus
memutar ke Purwakarta dulu dari titik keberangkatannya di Bekasi. Tak ingin
bingung di lokasi ini, kami pun memutuskan untuk membicarakannya di Teras Kota
nanti. Kami pun mencegat angkot untuk kemudian turun di TeKo. Di TeKo inilah
kami mulai membicarakan rencana kami setelah ini hendak kemana. Munculah ide
untuk menjenguk kawan bumil kami, Nisa, di Serang. What??? Serang?? Nia masih
ragu kalo mau jalan ke Serang.
Untuk menenangkan pikiran, kami
membeli beberapa minuman dulu di SuperIndo. Selepas itu kami mulai membahas mengenai
kesungguhan kami lanjut perjalanan menuju Serang. Hanya Nia yang masih agak
berat menuju Serang, tapi kami bertiga tak peduli. Nia merasa kejauhan dan
mending pulang aja. Roni pun mengatakan kata-kata saktinya, “Sekali layar terkembang, pantang surut ke
belakang!” Oke, kita putuskan menuju Serang! Sebelumnya kita mencari tahu
dulu perihal keberadaan dan tanggapan Nisa mengenai rencana kedatangan kami.
Setelah mendapat respon yang
dirasa cukup, kami pun melangkahkan kaki keluar gedung dan menyetop angkot
menuju Kebon Nanas guna melanjutkan perjalanan menggunakan bis menuju Serang. Dalam
perjalanan menuju Kb. Nanas si Nia masih merengek minta pulang aja. “The show must go on!” Kita bertiga tetep
kekeuh ke Serang karena udah di jalan.
Menyusuri jalan melewati BSD
hingga akhirnya tiba di sebuah daerah sebelum Kb. Nanas sekitar jam 5. Turun dari
angkot kami pun lanjut naik jembatan penyeberangan yang sangat tidak ‘feminis’.
Sekitar setengah 6 kami mendapati bis Arimbi menuju Merak dan menyetopnya. Bis kemudian
diberi asupan solar dulu di Pom tak jauh dari kami menyetopnya. Lepas Pom bis
masih berusaha mencari sewa tambahan. Kala bis memasuki tol mulai lah sang
kernet menarik sewa dari para penumpang. Kami dimintai sewa 24K per orang. Selepas
itu tanpa aba-aba dari siapapun kami berempat tertidur (atau sengaja tidur :p).
Perjalanan ditempuh dengan waktu
kurang lebih satu jam dan sekitar jam setengah 7 kami resmi mendarat di Terminal
Pakupatan, Serang. Seusai menjejakkan kaki di Pakupatan, kami pun lekas mencari
tempat makan yang harganya kiranya pas di dompet. Kami pun memilih sebuah
tempat makanan cepat saji, Labbaik Chicken, yang lokasinya tepat berada di
seberang pintu masuk-keluar terminal. Di sini transaksi pun dilakukan, kami
menyerahkan duit ke Ulya sesuai makanan yang dipesan dan Ulya yang akan
memesankannya. Sementara itu saya dan Roni bergerak menuju toilet yang letaknya
berada di lantai 2 gerai cepat saji ini.
Agak lama kami menghabiskan waktu
di sini. Di sini Nia mengusulkan untuk mencari oleh-oleh buat tuan rumah. Tapi saya
mengusulkan untuk mencarinya nanti di alun-alun Kramat Watu saja. Dari Pakupatan
ini kami masih harus 2 kali naik angkot plus sekali naik ojek. Jadi rutenya begini,
Pakupatan ke Pandean, lanjut angkot arah Cilegon turun di Kramat Watu. Dari
situ ngojek ke perum Kramat Permai. Yah, masih lumayan panjang lah perjalanan
kami meski sudah sampai di Serang.
Kami pun melanjutkan perjalanan
dengan menyeberang jalan menuju ke utara. Sejenak bertanya kepada bapak penjaga
kios warung mengenai angkot yang sampai ke Pandean. Setelah diberi tau kami pun
menaiki sebuah angkot yang tidak bernomor dan berpapan trayek untuk menuju
Pandean. Semua hanya bermodalkan bertanya kepada sang supir langsung. Perjalanan
kami tempuh dengan waktu kurang lebih 20 menit. Melewati rumah mertuanya Nisa
yang berada di seberang Polres dan melalui kepadatan Royal di malam Minggu. Sampai
di Pandean kami memutuskan untuk membeli oleh-oleh dulu. Tapi kami masih
bingung mau beli apa. Setelah berlama dalam ketidakpastian akhirnya saya
putuskan untuk beli buah saja.
Dari lokasi kami berdiri ini
ternyata tak jauh di belakang ada penjual buah. Kami pun langsung bergegas
menghampiri. Belum sampai berjarak 5 meter dari lokasi penjual buah, Nia mulai
mundur perlahan. Kami sempat bingung dibuatnya. Ternyata kios buah terseut
tepat berada di depan took yang menjual pancake duren. Kami akhirnya paham
kenapa Nia mulai menjauh, karena Nia memang ga suka bau duren. Akhirnya hanya
saya dan Ulya yang memilih dan menawar buah yang yang telah dipajang si
penjual. Kita berdua pun memutuskan untuk membeli jeruk, papaya,dan apel
sebagai oleh-oleh nantinya.
Selesai bertransaksi dengan
penjual buah, kami pun lekas mencari angkot menuju Kramat Watu. Setelah Roni
bertanya pada beberapa supir angkot, akhirnya kami mendapati sebuah angkot yang
trayeknya melewati Kramat Watu. Di etape terakhir menuju kediaman Nisa-Agis ini
kami mulai membicarakan ketidaksangkaan kami kalo ternyata bisa ‘nyasar’ (kalo
mau disebut begitu) sampe Serang. Padahal paginya kami hanya bertemu di sebuah
resepsi pernikahan di daerah Monas. Yaudah sih, udah mau nyampe ini kok (pake
gaya ngomongnya Ulya)..
Sampe di Alun-alun Kramat Watu
sekitar jam setengah 9an. Turun dari angkot kami langsung dikerubutin tukang
ojek. Berasa artis baru turun dari angkot. Kemudian saya memastika kembali ke
Nia mengenai alamat yang dituju. Perjalanan kita sudah benar, berarti setelah
ini tinggal naik ojek saja menuju Perum Kramat Permai. Sebelum lanjut naik
ojek, kami pun mampir ke Alfamart untuk beli sikat gigi. Maklum, kami ga
persiapan sama sekali mau nginep di rumah orang. Hehehe..
Keluar dari Alfamart, saya
bertanya kepada seseorang tentang alamat yang kami tuju. Setelah mendapat
pencerahan kami pun berjalan ke barat untuk naik ojek dari alun-alun. Ternyata orang
yang tadi saya tanyai di depan Alfamart adalah tukang ojek, dan dia pun menghampiri
saya menawarkan jasanya. Saya Tanya ke dia berapa tariff untuk sampai ke
lokasi. Dia menjawab 5 ribu. Oke, sesuai pesen yang empunya rumah harga ojeknya
segitu. Saya pun langsung mengiyakan. Kemudian saya bilang untuk dicarikan 3
ojek lagi karena kami berempat. Dan tukang ojek itu pun memanggil tukang ojek
lain yang berada di dekatanya. Saya pun berpikir kalo ternyata tukang ojek di
sini tuh sistemnya rebutan, bukan pake sistem pergiliran guna menyamaratakan
pendapatan.
Okelah, akhirnya kami berempat
ngojek menuju lokasi yang sudah jadi inceran kami sejak Rawa Buntu tadi sore. Berturut
dari depan ke belakang rombongan ojek kami, paling depan Nia, lanjut Ulya,
saya, dan di belakang ada Roni. Ternyata kami agak kebingungan mencari lokasi
si sempunya rumah. Terbukti Nia yang menjadi navigator perjalanan pun keterusan
dan membuat kami harus puter walik. Sempat bertanya ke sebuah warung yang
akhirnya menunjukkan lokasi perum Kramat Permai. Saat sedang menghubungi Nisa,
ternyata Mas Agis (suaminya Nisa) nongol dari belakang. Kami pun turun dan
bersegera membayar tarif ojek yang sudah disepakati oleh salah seorang dari
tukang ojek sebelmunya.
Sekitar pukul 20:50 akhirnya kami
resmi menjejakkan kaki di kediaman Agis-Nisa. Namun saat kami masuk ke dalam, ternyata
mas Agis katanya keluar cari cemilan buat kami. Duh, tamu ngerepotin. Sesampainya
di dalam rumah, saya dan Ulya pun langsung berburu colokan mengingat hape kami
sudah tak berdaya sejak sore tadi. Setelah menaruh barang bawaan dan disuguhi
minuman, kami pun mulai bercerita panjang lebar perihal bagaimana akhirnya kami
bisa menjejakkan kaki di Bumi Para Jawara ini. Sungguh di luar dugaan memang
perjalanan kami ini.
Photo taken by Roni
*** bersambung ***